Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Barat dan Islam

Kata Salib berasal dari bahasa Arab (الصليب) yang berarti kayu palang/silang. Peperangan tersebut disebut dengan Perang Salib karena di dada seragam merah yang dipakai serdadu terjahit tanda Salib, sehingga umat Islam yang diperangi menyebutnya dengan nama Perang Salib.

Perang Salib merupakan sebuah perang super-maraton yang berlangsung kurang lebih dua abad, dari akhir abad sebelas Masehi (akhir abad lima Hijriyah)  sampai akhir abad ke tiga belas (akhir abad ke tujuh Hijriyah) tepatnya antara tahun 1095-1292 M , perang ini dimulai dari pihak Eropa Kristen yang  terinspirasi dari kemenangan kaum kristen dalam merebut kembali Andalusia dari kaum Muslimin, di lain pihak kaum Eropa melihat terjadinya kelemahan dan perpecahan di kalangan Islam dengan adanya khilafah tandingan yaitu dinasti Fatimiyyah.  

Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Barat dan Islam

Bangsa-bangsa kristen Eropa bangkit memerangi pusat-pusat negeri Islam yang selama kurang lebih 90 tahun kerajaan latin tegak di Yerussalem sebelum pada akhirnya terusir dari sana.

Dalam Perang Salib lebih mengangkat motif agama sebagai masalah utama. Hal tersebut dimaksudkan tidak lain hanyalah untuk memberi suasana dahsyat pada peperangan itu, yang sulit diperoleh dan dibangkitkan dengan motif-motif lain.

Terjadinya Perang Salib 
Faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya Perang Salib terbagi menjadi dua bagian, faktor utama dan faktor-faktor pendukung lainnya.

Faktor utama
Sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya Perang Salib sangat banyak sekali, akan tetapi penyebab utama terjadinya Perang Salib adalah disebabkan ekspansi yang dilakukan oleh Sultan Alp Arselan (ألب أرسلان) v yang dikenal dengan peristiwa Manzikart (مانزكرت)  tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan v yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia. Kemudian  kemenangan  di atas disusul dengan dikuasainya Anthokia (إنطاكية) oleh Bani saljuk pada tahun 1085 M, Hal di atas ditambah pula dengan diserangnya wilayah Kristen di sepanjang pesisir Marmorah (مرمرة )  .

Peristiwa-peristiwa mencengangkan di atas membuat Kaisar Alexius Comnesus (Kaisar Byzantium)  yang berada di Konstantinopel memohon bantuan kepada Paus Urbanus II ( البابا أوربان الثاني )  pada tahun 1095 M untuk membantunya dalam mempertahankan kekuasaannya yang terancam oleh ekspansi kekuatan Islam dari Dinasti Turki Saljuk. Permohonan ini tidak disia-siakan oleh Paus, Paus melihat permohonan ini sebagai langkah positif dan kesempatan terbaik untuk menyatukan kembali gereja barat dengan Gereja Timur, yang sejak tahun 1009 M mengalami perpecahan dan permusuhan. Dalam merespon isu ini Paus Urbanus II menyampaikan pidato di Clermont (كليرمونت) bagian tenggara Prancis pada tahun 496 H tepatnya pada tanggal 26 November 1095 M .

Paus Urbanus II dalam pidatonya yang membara dan berapi-api telah memprovokasi kaum Eropa untuk berangkat menuju Yerusalem dalam rangka membebaskan tanah suci dari musuh-musuh Tuhan dan mensucikannya dari noda-noda kaum Kafir Saracen (yang dimaksud adalah kaum Muslimin Arab), Paus membangkitkan semangat kaum Eropa Kristen dengan menyebutkan keunggulan dan kepahlawanan  nenek moyang mereka Kaum Frank (الفرنج) , Paus juga menjanjikan pengampunan bagi para penjahat dan pendosa yang ikut andil dalam peperangan ini. Selain itu, Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.

Gerakan semangat perang suci dikobarkan lebih lanjut oleh rahib Peter the Hermit (بطرس الناسك) yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain di wilayah Tuskania, Lombardia, Provensia, Aquitania, Burgundia, Alamannia, Bavaria, Thuringia dan seterusnya.

Pidato tersebut mendapat reaksi dan tanggapan sangat antusias dari masyarakat, kalangan pendosa yang banyak bersalah, berkeyakinan bahwa dengan ikut Perang Salib, maka dosa-dosanya akan (telah) diampuni, bagi para pedagang maka Perang Salib memiliki aspek perdagangan dan keuntungan ekonomi yang sangat menjanjikan, sedang bagi petualang dan yang ingin memiliki pengalaman melihat dunia timur yang eksotik dan aneh, bahkan tidak kurang yang dijanjikan ”harta rampasan yang luar biasa banyaknya dan wanita-wanita timur yang cantik” di samping mereka yang terpanggil karena panggilan kesalehan dan motif agama, maka seruan Paus tersebut merupakan peluang yang ditunggu dan diidamkan. 

Akibat provokasi dari sang Paus, banyak kaum Eropa Kristen dari berbagai kalangan dan berbagai kepentingan berkumpul di Konstantinopel dan bergerak menuju dunia Timur (Islam), pada saat itulah  genderang Perang Salib I ditabuh.

 Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Barat dan Islam

Faktor-faktor pendukung terjadinya Perang Salib
Selain faktor utama, terdapat juga faktor-faktor pendukung lainnya yang melatar belakangi pecahnya Perang Salib, pemakalah  membagi latar belakang  Perang Salib kepada 3 sudut pandang, yaitu : Di>niyyah (Agama), ijtima>’iyyah wa iqtis}a>diyyah (sosial-ekonomi) dan siya>siyyah (politik).
 Agama1). Sakit hati dan dendam kesumat kaum Kristen yang melahirkan ingin merampas dan menguasai kembali Yerusalem dan Tanah Suci (الأرض المقدسة) dari kekuasaan Muslim yang telah mendominasi sejak zaman khalifah Umar ibnu Khattabz. Ditambah dengan adanya Doktrin bahwa salah satu syarat agar Yesus Kristus kembali ke dunia adalah kembali berdirinya Negara Israel raya.
2). Janji dan iming-iming Gereja Roma berupa “Penebusan Dosa” yang dikampanyekan oleh Paus Urbanus II menjadi dorongan bagi  setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Apalagi mengingat mahalnya surat penebusan dosa yang “dijual” oleh pihak gereja. 
3). Respon kaum Kristen Eropa, atas penghancuran Gereja Makam Suci atas perintah penguasa Mesir dari dinasti Fatimiyyah  الحاكم بأمر الله(Al-H{a>kim bi-Amr Allah) -(996 H-1020 M)- pada tahun 1010 M. Peristiwa ini berpengaruh terhadap pandangan perlunya diadakan Perang Salib kepada kaum muslimin. Meskipun gereja tersebut dibangun kembali pada tahun 1027 M di zaman khalifah sesudahnya yaitu al-Dha>hir al-Fa>thimy al-shi>’iy (1010-1061 M). 
4). Setelah jatuhnya Bait al-Maqdi>s ke tangan Bani Saljuk pada tahun 1070 M bertepatan 471 H, para penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen, sehingga salah satu pemuka gereja, Peter The Hermit (بطرس الناسك). Mengirim surat kepada Paus Urbanus II untuk menolong mereka. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu. Padahal yang melakukan serangan itu adalah suku-suku Seljuk dari Turki bukan perintah resmi dari sang sultan.

Sosial-Ekonomi1). Yerusalam tempat di mana Yesus dibesarkan dan disalibkan menjadi tempat yang paling ramai diziarahi. Saat itu di abad pertengahan di mana Eropa masih berada di masa kegelapan (dark ages) masyarakatnya masih sangat percaya pada agama (dalam hal ini agama kristen) dan seperti lazimnya pemeluk suatu kepercayaan, melakukan ziarah ke tempat-tempat yang dianggap suci. Bayangkan berapa pemasukan yang bisa diperoleh ? Siapapun yang menguasai Yerusalem akan menguasai sumber kas yang sangat sehat. Paus Urban II yang mencetuskan Perang Salib juga tentunya memikirkan hal itu.
2). Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi. Sehingga dengan menguasai Yerusalem plus menghancurkan khalifah praktis mereka bisa mendapatkan lebih banyak lagi. 
3). Banyak di kalangan petani Eropa yang mengeluh akan kerasnya kehidupan dikarenakan rusaknya ladang dan terjadinya perang saudara, mereka membutuhkan keamanan dan kelayakan hidup, ladang-ladang mereka sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan sehingga banyak terjadi pengangguran. Kondisi seperti ini menyebabkan bergabungnya sejumlah besar orang miskin dalam ekspedisi hanya sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari dan mencari masa depan baru, di tanah Yerusalem (Bait al-Maqdis).
3). Banyak di antara pebisnis-pebisnis Italia yang berusaha memperluas wilayah dagangannya, apalagi setelah berhasilnya Kaum Kristen yang ada di Spanyol utara dalam marebut dan menguasai kembali Andalusia dari tangan kaum muslimin, hal ini menyebabkan para saudagar Italia bisa menguasai perdagangan di Laut Tengah dan mereka berusaha memperluas wilayahnya sampai ke pesisir pantai negeri Syam dan Mesir. 

 Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Barat dan Islam

Politik
1). Respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari dinasti Turki Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
2).Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus II melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya yaitu sebagai pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus di samping itu juga untuk mempersatukan Gereja Katolik Roma dan Gereja Timur yang beragama Kristen Orthodox. Dan para ahli sejarah percaya bahwa upaya Urbanus II didorong oleh keinginannya untuk merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan.
3). Di balik sambutan penuh semangat dari para raja, pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka pada dasarnya bersifat keduniaan. Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah. 
4). Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordoba yang memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha') dan Baitul Maqdis.

0 Response to "Perang Salib dan Pengaruhnya Terhadap Barat dan Islam"

Post a Comment