Kebenaran dan Obyektifitas dalam Ilmu Pengetahuan

Apa Itu Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1.    Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia
2.    Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula
        dengan rasio
3.    Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi
        nilainya
4.    Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh
        kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

 Kebenaran dan Obyektifitas dalam Ilmu Pengetahuan

Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.

Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
Teori Corespondency.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. 

Teori Consistency
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.  

Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

 Kebenaran dan Obyektifitas dalam Ilmu Pengetahuan

Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.

Teori Pragmatisme
Teori pragmatisme dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.  

Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dari dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :

ObjektivitasMasalah objektivitas biasanya dibicarakan dengan mengabaikan kesadaran yang menyatakan objektivitas ini. Kita juga mudah mengesampingkan kenyataan bahwa setiap pernyataan mengenai objektivitas merupakan akibat dari desakan kesadaran yang menyatakannya.

Akibatnya kita melalaikan ketidakpuasan mendalam yang dirasakan oleh bidang-bidang kesadaran tertentu terhadap pembuangan kualitas-kualitas sekunder sebagaimana dilakukan oleh Kant dan realitas virtual.
Objektivitas menururt Hiro Tugiman adalah keadaan jiwa yang memungkinkan seseorang untuk merasakan suatu realitas seperti apa adanya.   Sedang Jamiluddin Ritonga mendefinisikan Objektivitas adalah sebagai derajat, yaitu pengukuran yang dilakukan bebas dari pendapat dan penilaian subjektif, bebas dari bias, dan perasaan orang yang menggunakan tes.  

Nilai ObyektifitasFilsafat skolastik membedakan objek material dari objek formal. Objek material adalah eksisten konkret seutuhnya yang merupakan sasaran intensionalitas subjek. Objek formal adalah ciri atau aspek khusus (bentuk) yang ditonjolkan untuk menyimak keutuhan itu.

Membahas tentang berpikir ilmiah tidak dapat dilepaskan dari nilai objektivitas terhadap apa yang yang sedang dikaji. Karena nilai sebuah objektivitas adalah bagian dari rangkaian dalam suatu penilaian, apalagi dalam berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah memiliki macam kriteria diantaranya adalah objektivitas, generalisasi dan sistematisasi. Untuk lebih jelas alangkah baiknya kita pahami dulu apa itu objektivitas. Berbagai pendapat penulis ketengahkan dalam membahas objektivitas yang ada diatas.

0 Response to "Kebenaran dan Obyektifitas dalam Ilmu Pengetahuan"

Post a Comment