Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil) Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan salah satu daerah di Sumatera sebagai pusat pengkajian Islam.

Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam

Oleh karena itu  pendidikan Islam harus membekali dan menyebarkan ilmu pengetahuan yang benar-benar islami, relevan dengan sumber mutlaknya, Allah. 

Hal lain adalah pemberian pendidikan Islam merupakan aktivitas intelektual sekaligus sebagai sarana terwujudnya formulasi Islamisasi pengetahuan. Untuk itu dalam tingkat pendidikan formal, berdasar Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam bahwa pendidikan Islam harus diaplikasikan di tingkat akademik, yang mengkhususkan diri pada studi Islam untuk melahirkan sarjana di bidang studi Islam, baik sebagai intelektual maupun sebagai mufti. Oleh karena itu, diperlukan komitmen untuk menerapkan pendidikan umat di mana semua mata pelajaran diberikan secara mendasar sejak sekolah dasar sampai ke jenjang-jenjang yang lebih tinggi.

Apa itu Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara. Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. Sesuai Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam dalam pendidikan merupakan segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.  

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam mencoba mendiskripsikan pendidikan sebagai suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. Dengan demikian, sesuai Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).

Pendidikan Islam Dalam Pemikiran KH. Abdul Halim
KH. Abdul Halim dilahirkan di Ciborelang pada tahun 1887. Pada usia 10 tahun, ia telah mampu mengikuti pelajaran Al-Qur'an dan Al-Hadits di Pondok Pesantren KH. Anwar di Ranji Wetan, Majalengka. Setelah dianggap mempu menyelesaikan beberapa ilmu keagamaan, ia melanjutkan belajar ke beberapa pondok pesantren seperti, Pondok Pesantren Bobos (Cirebon, KH. Sudjak), Pondok Pesantren Ciwedus (Cilimus-Kuningan, KH. Ahmad Saubari), Pondok Pesantren Kenayangan (Pekalongan, KH. Agus), kemudian kembali ke Ciwedus, masing-masing selama tiga tahun.

Beberapa tahun kemudian ia pergi menunaikan ibadah haji dan sekaligus bermukim disana untuk mendalami ajaran-ajaran Islam. Di Mekkah, ia belajar kepada Syekh Ahmad Khatib dan Syekh Ahmad Khayyar. Di Mekkah, Abdul Halim bersahabat dengan KH. Abdul Wahab, salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan KH. Mas Mansur yang kemudian menjadi Ketua Umum Muhammadiyyah.

Selama tiga tahun ia belajar di lembaga pendidikan Bab Al Salam di Mekkah, dan ia kembali ke daerahnya, Majalengka. Di daerahnya kediamannya ia membuka lembaga pendidikan sekolah meniru dari kedua lembaga pendidikan yang pernah ia masuki di Mekkah. Pada saat itu, belum ada pondok pesantren yang membuka lembaga pendidikan dengan menggunakan sistem klasikal, yaitu menghapuskan sistem halaqah diganti dengan mengorganisasikan kelas-kelas, dilengkapi dengan sistem kurikulum yang tidak hanya memberikan pelajaran keagamaan tetapi sekaligus pelajaran umum. Pada tahun, 1911, ia mendirikan organisasi yanag bergerak di bidang ekonomi yaitu, Hayyatul Qulum yang kemudian dialih nama menjadi Persyarikatan Ulama.

0 Response to "Implementasi Pemikiran KH. Abdul Halim Dalam Pendidikan Islam"

Post a Comment